Bila difirmankan, "Janganlah kamu dekati...", janganlah sesekali dekati ia wahai insan. Bila larangan itu datang dari Yang Maha Menciptakan kita, yang tentu sahaja mengasihi kita, sudah tentu sahaja larangan itu untuk menyelamatkan kita. Bukan pula mahu memenjara kita dan menyeksa kita dalam kehidupan dunia ini. Subhanallah. Kasih sayang Allah itu mengapa sering kita lupai.
Saturday, November 27, 2010
MUSLIM 24 JAM™: COUPLE : SMS SERAM INI DARIPADA 'AGEN SYAITAN'...
Sunday, November 14, 2010
Friday, May 7, 2010
SEJARAH SMAA, PEKAN..
Sejak dari Melaka menjadi pusat perdagangan lagi, ajaran Islam dan Bahasa Arab telah diajarkan kepada penduduk tempatan oleh pedagang-pedagang arab.
Dalam keluarga Al Attas, telah muncul seorang tokoh yang bertanggungjawab dalam meyebarkan agama Islam dan bahasa Arab. Beliau adalah Al Habib Hassan bin Ahmad Al Attas. Penubuhan madrasah (sekolah) adalah salah satu usaha terpenting beliau dalam memastikan penyebaran agama Islam dan bahasa Arab dapat diajarkan kepada penduduk-penduduk tempatan.
Madrasah pertama yang telah beliau dirikan pada tahun 1860 yang diberi nama Madrasatul 'Arabiah Al-Attas di Kampung Ketapang, Pekan. Madrasah ini kemudiannya telah diserahkan pentadbirannya kepada kerajaan negeri Pahang sehingga ke hari ini dan kini dikenali sebagai Sekolah Menengah Agama Al-Attas.
Dan seterusnya beliau berhijrah ke Johor. Setelah beliau berpindah dan bermustautin di negeri Johor, beliau menubuhkan satu lagi madrasah yang juga diberi nama Madrasah Al Attas pada tahun 1913. Madrasah tersebut telah dipindahkan beberapa kali sehingga pada tahun 1993 ia dipindahkan di atas sebuah bukit di Km 23 Jalan Kota Tinggi, Ulu Tiram, Johor. Madrasah tersebut kekal sehingga kini dan ditadbir oleh pewaris-pewaris beliau.
Jasamu Allahyarham Habib Hassan Ahmad Al Attas tetap kami kenang. Dengan kesempatan yang dikurniakanNya, kami dapat menuntut ilmu dunia & akhirat di atas usaha titis peluh mu.
Al Fatihah.
Saturday, March 27, 2010
Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali ; “Kehidupan adalah Cinta dan Ibadah”
“Negeri akhirat itu kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”
Alunan suara ayat-ayat suci Al-qur’an itu berkumandang dimalam yang sepi, dibawa angin malam hingga masuk ke telinga seorang lelaki yang sedang merenung dan memandang ke cakrawala yang luas, lalu meresap ke dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Lelaki itu lantas berguman “Maha suci Engkau, oh Tuhanku! Engkau selalu mengirimkan cahaya petunjuk-Mu setiap aku sedang dilanda keraguan”.
Lelaki itu adalah Hujjatul Islam, Imam Al-Ghozali. Siapapun mengenal Imam Ghozali, karena beliau adalah tokoh dan pemuka para sufi. Ulama yang mempunyai nama asli Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghozali dan dilaqobi Abu Hamid ini bisa menempuh derajat tinggi dan meninggalkan beberapa buku buah pikiran bukanlah hasil pikiran yang begitu saja keluar dari jiwa. Ia merupakan intisari dari perjuangan hati dan akal, wahyu dan ilham, serta karunia dan cahaya dari sumbernya yang tersembunyi.
Imam Ghozali adalah orang yang sedang mencari-cari petunjuk dan keyakinan. Dia telah menghabiskan umurnya sejak muda untuk menutut ilmu dan pengetahuan sampai akhirnya beliau mencapai tingkat yang paling tinggi. Kemudian dia pun dicari oleh para raja, dan para ulama pun menghormatinya. Namun hatinya sedih dan bimbang, ia merasakan masih ada yang kurang pada dirinya, ia mencari sesuatu yang lebih tinggi dari perhiasan dan kesenangan dunia, cahaya yang lebih tinggi dari pengetahuan manusia. Ia mencari petunjuk dan keyakinan yang tetap dan mantap.
Dalam rangka mencari petunjuk dan cahaya Ilahi, ia sering mengurangi jam tidurnya, hingga matanya sembab dan sakit karena mencari kebenaran. Dia merenung dan berpikir, dia merasakan kekosongan iman telah memenuhi kehidupannya. Ia merasakan hidupnya bagaikan tanpa tujuan dan keyakinan. Lantas iapun mencari ilmu dengan gigihnya, pertama yang dipelajari adalah ilmu fiqih. Dia adalah termasuk orang yang sangat cerdas dan berpikiran kritis, namun dia tidak menyukai perdebatan dan adu mulut.
Selanjutnya dia belajar ilmu kalam dengan semua dalil-dalinya. Setelah puas kemudian beliau mempelajari filsafat, ilmu kebangaan akal manusia. Ia ingin memuaskan akalnya dengan teori-teori filsafat. Akan tetapi filsafat dirasakannya justru semakin menambah keraguan dan kebimbangan, bahkan mengajaknya lari dari pertimbangan akal.
Dalam keadaan seperti itu, Imam Ghozali memutuskan untuk lari dari manusia dan ilmu pengetahuan, ia berharap dapat menemukan tanda-tanda kekuasaan Allah Yang Maha Agung. Akhirnya beliau bertemu dengan seorang waliyullah, bernama Syekh Yusuf An-Nassaj. Ia lalu berguru dengannya, menyertainya untuk dibersihkan hatinya melalui riyadloh dan mujahadah hingga masuk kedalam keyakinan dan cahaya Ilahi. “Dahulu, aku tidak mempercayai “tingkah” orang-orang soleh, juga derajat para ‘arifin, hingga akhirnya aku berkenalan dengan guruku Syekh Yusuf An-Nassaj”, kata Imam Ghozali setelah menjadi murid Syeh Yusuf.
Menurut Imam Ghozali, Syekh Yusuf lah yang telah menggemblengnya dengan latihan-latihan jiwa (mujahadah) sampai dia mencapai suatu tingkatan dimana dia bisa berkomunikasi dengan Allah Ta’ala.
Dalam pengembaraan mimpinya, ia melihat Allah Ta’ala. Allah ta’ala berkata kepadanya: “Hai Abu Hamid!,
Imam Ghozali menjawab; “Syetankah yang berbicara denganku?”,
“Tidak, tetapi Aku-lah Allah yang meliputi enam arahmu”, Jawab-Nya. Kemudian Allah Swt melanjutkan, “Hai Abu Hamid, bersahabatlah dengan kaum yang Aku jadikan sebagai obyek pandangan-Ku di bumi-Ku. Mereka adalah orang-orang yang telah menjual dua alamnya (dunia dan akhirat) dengan kecintaan kepada-Ku”.
“Demi Izzah-Mu oh Tuhan, tanamkanlah prasangka baik dalam hatiku terhadap mereka”, kata Imam Ghozali.
Allah menjawab, “Sudah Aku lakukan. Sebenarnya yang memisahkan engkau dan mereka adalah karena kesibukanmu mencintai dunia. Maka keluarlah engkau dengan pilihanmu sendiri sebelum engkau keluar darinya dalam keadaan terhina. Aku telah menganugerahkan kepadamu cahaya dari sisi Qudus-Ku”.
Kemudian Imam Ghozali terbangun dari tidurnya dengan perasaan senang dan gembira, lalu dia pergi menemui gurunya, Syekh Yusuf An-Nassaj dan menceritakan tentang mimpinya semalam. Syekh Yusuf tersenyum sambil berkata, “Wahai Abu Hamid, itu hanyalah permulaan. Seandainya engkau terus menerus menemaniku, akan aku celaki matamu dengan celak ta’yid, sehingga engkau dapat memandang ‘arsy dan hal-hal yang berada di sekelilingnya. Kemudian engkau tidak rela sampai engkau dapat menyaksikan hal-hal yang tidak dapat dicapai dengan mata. Maka akhirnya tabiat (watak)-mu menjadi jernih, naik ke atas kekuasaan akalmu, lalu engkau akan mendengar ucapan Allah ta’ala, seperti ucapan-Nya kepada Nabi Musa as.
Kesibukan dunia adalah penghalang yang harus dihilangkan oleh Imam Ghozali, dan cintanya kepada Allah serta menyatu dalam ibadah-Nya adalah tetesan cahaya pertama dalam anugerah ini. Karena itulah kemudian Imam Ghozali menempuh jalan tasawwuf dan berjuang keras hingga akhirnya menjadi salah seorang tokoh dan pemukanya yang terkenal.
“Semua syahwat (kesenangan) dunia bergantung pada nafsu, dan nafsu akan lenyap bersama kematian. Sebaliknya, kelezatan ma’rifat kepada Allah bergantung pada kalbu, dan kalbu tidak akan rusak bersama kematian. Bahkan, kelezatannya akan lebih banyak dan cahayanya akan lebih besar, sebab ia keluar dari kegelapan menuju cahaya”.
Imam Ghozali telah menjelaskan dengan yakin dan pasti bahwa kehidupan yang utama dan bahagia adalah ma’rifatullah (mengenal Allah) dan mahabbatullah (cinta Allah). Sedangkan ibadah kepada Allah merupakan tujuan yang paling tinggi dan mulia. Sebab semua kenikmatan selain dari ibadah adalah fana (tidak kekal). Semua tujuan selain ibadah adalah sia-sia. Karena itulah, risalah Al-Ghozali teringkas dalam kalimat yang pendek: “Kehidupan adalah cinta dan ibadah”.
Pikirannya senantiasa terfokus pada pencarian hidayah-Nya dari langit. Semua amalnya selalu berstempelkan iman. Dakwahnya terang dan jelas, tanpa dicampuri oleh perdebatan dan riya’ (mengharap sanjungan), hanya iman kepada Sang Pencipta yang mengetahui segala bisikan hati dan perbuatan manusia. (m.muslih albaroni)
Friday, March 26, 2010
Saturday, March 20, 2010
Wednesday, March 17, 2010
www.iluvislam.com
tuan mohd rezza
editor: azzahra_solehah
Tidak dinamakan cinta suci jika nafsu menjadi sandaran utama. Bukan membuang perasaan fitrah insani mahu mencintai dan dicintai, namun tahu dan sedar di mana sasaran pengakhiran konsep cinta yang di bawa itu. Rumah tidak dibangunkan dalam masa sehari, cinta suci memerlukan perlakuan yang disaluti kesabaran tinggi, di mana terlatih sepanjang masa bersama keimanan yang kental dan utuh.
Dalam Islam cinta dan keimanan adalah dua perkara yang tidak dapat dipisahkan. Cinta yang berlandaskan Iman akan membawa seseorang kepada kemuliaan, sebaliknya cinta yang tidak berlandaskan Iman akan menjatuhkan seseorang ke jurang kehinaan. Cinta dan keimanan laksana kedua belah sayap burung. Imam Hassan Al Banna mengatakan bahawa: “Dengan dua sayap (Iman dan cinta) inilah Islam diterbangkan setinggi-tingginya ke langit kemuliaan”
Bagaimana tidak, jikalau Iman tanpa cinta akan pincang, dan cinta tanpa Iman akan jatuh ke jurang kehinaan. Iman tidak akan terasa lazat tanpa cinta dan sebaliknya cinta pun tidak lazat tanpa Iman. Kalau sudah tahu diri ini tidak terbaik di pandangan mata manusia, kenapa tidak berusaha menjadi sebaik mungkin dalam menambah fungsi diri mencapai kebaikan di sisi Dzat Allah Taala?
Kalau sudah tahu dan pasti diri tidak mampu memiliki pasangan soleh dan solehah, kenapa tidak mencari kurang soleh dan solehah, dan berusaha merubah menjadi soleh dan solehah? Berusahalah menjadi soleh dan solehah terlebih dahulu, pasti takdir ketentuan-Nya untuk anda dengan insan solehah dan soleh.
Friday, February 26, 2010
Saturday, February 6, 2010
www.iluvislam.com
Oleh: Ustaz Zaharuddin Abd Rahman
mawaryangtinggi
Dari sudut mental, selain dari menjadi seseorang dan sesuatu yang boleh dipersalahkan, adakalanya ramai juga yang akan mengutuk diri sendiri, atas kegagalan yang menimpanya. Kutukan demi kutukan terhadap diri sendiri akhirnya bakal memakan dan membarahkan lebih banyak kekecewaan hingga membawa putus asa.
Menerima diri sebagai terus gagal dan akan terus terbuang. Diri akan terus menjauh dari masyarakat kerana terasa kerdil dan malu atas kegagalannya.
Dari sudut fizikal, bagi sesetengah individu, selera menjadi menurun hingga membawa implikasi kesihatan tubuh. Mankala yang lain pula sebaliknya bertambah selera makan akibat kegagalan, juga membawa kesan negative kepada kesihatan fizikalnya.
Akhirnya tanpa kesihatan fizikal, mental dan minda turut merosot, akhirnya kedua-duanya rebah dan sukar untuk bangkit kembali.
Dari sudut spiritual, kegagalan boleh mendatangkan dosa, ia juga boleh menambah pahala dan iman seseorang. Saya pernah bertemu seseorang yang gagal dalam PhD, terhakis keyakinannya terhadap konsep qada' dan qadar Allah. Imannya tergoncang.
Tidak kurang ada yang menyalahkan Allah ta'ala sewaktu menghadapi sebuah kegagalan. Akhirnya, dia terus jatuh dari sudut spiritualnya, kejatuhan bersama mental dan fizikal. Sukar dirawati.
Namun begitu, ada juga kegagalan yang berjaya menjadi asbab seseorang mendekatkan diri kepada Allah ta'ala. Kembali kepada jalan lurus setelah bengkok. Lalu dia kembali bangkit dengan azam, plan dan laluan yang baru, lalu dia berjaya.
KEGAGALAN DAN SAYA
Saya sendiri pernah gagal dalam banyak perkara, namun Alhamdulillah, ia tanda kita perlu membuat perubahaan yang agak besar bagi memperbetulkannya. Tanpa usaha tersebut, kegagalan akan terus bernanah dan membunuh. Biasanya sebuah perubahan itu amat perit dan berat, lagi kurang selesa. Walau sukar dan berat, ia sebuah kemestian. Hasilnya apabila tepat cara pengendalikan kegagalan dan perubahan yang diperlukan, ia akan membuahkan hasil yang lebih baik.
Tatkala itu baru kita sedari, rupanya kegagalan itu adalah sebuah titik kepada penyambungan titik yang lain dalam kehidupan kita. Ia seperti sebuah simpang yang menjauhkan kita dari kesesatan atau melorongkan kita kepada satu laluan yang lebih baik untuk masa hadapan.
Saya teringat betapa kecewanya saya apabila tidak berjaya menyambung pelajaran di peringkat bachelor di Timur Tengah. Sekarang saya sedar dan tahu betapa besar hikmah untuk saya belajar di dalam Universiti Malaya, segala pengalaman yang diperoleh itu amat banyak mencorak kehidupan saya selepas itu. Akhirnya selepas tiga tahun menamatkan pengajian di UM, saya berjaya ke Jordan, bukan untuk peringkat Bachelor, tetapi Masters.
Banyak perkara dan jenis kegagalan dan saya kini sedar, hikmah dan kebaikan darinya, namun ia agak personel untuk dikongsikan. Apapun, semua jenis kegagalan yang menimpa, memerlukan satu proses perit yang lain. Bukankah Allah ta'ala telah mengingatkan "Sessunguhnya dengan kesukaran itu adalah kesenangan"
Apa yang mesti dan pasti, kita mesti meyakini bahawa kegagalan itu adalah sebuah proses yang amat perlu ditangani secara positif. Ia ibarat sebuah konflik yang mendesak minda dan aqal kita untuk lebih agresif dan kreatif untuk mencari jalan keluar. Tanpa disedari rupanya tanpa kegagalan, kita mungkin akan berterusan di takuk lama dan kurang kreatif.
UCAPAN STEVE JOBS YANG ‘BRILLIANT'
Di ketika saya menulis ini, saya amat kagum dengan tips dan nasihat Steve Jobs, CEO syarikat ternama dunia, Apple dan PIXAR. Pengasas iPhone, iPod dan iPAd.
Beliau menceritakan bagaimana beliau gagal di university yang akhirnya membuahkan idea penciptaan perisian dan komputer Macintosh, sebuah revolusi dalam dunia komputer malah ia merupakan idea yang ditiru kemudiannya oleh Bill Gates, pengasas Microsoft, dengan sedikit perubahan.
Beliau menceritakan bagaimana pada umur 30 tahun, akibat kebuntuan syarikat yang diasaskannya iaitu Apple, lembaga pengarah syarikat telah menolaknya keluar dari syarikat tersebut. Hasil kegagalan itu, lahirlah revolusi kartun moden menggunakan animasi komputer. Lahirlah animasi Toy Story yang amat popular. Jika tidak kerana kegagalan pertama, revolusi animasi seperti Toy Story mungkin belum pasti bila akan wujud.
Selain itu, pelbagai nasihat lain turut diberikan oleh Steve Job dalam ucapannya, termasuklah memastikan kita sudah menjumpai kerja dan bidang yang kita cinta dan minat, tanpa minat dan kecintaan kepada tugasan kita, setiap kerja akan menjadi beban. Namun bagi Muslim, minat tersebut mestilah dipastikan TIDAK BERLANGGAR dengan Hukum Islam. Apabila haram, ia wajib diubah kepada yang halal.
Ucapan beliau semakin menarik apabila mendedahkan bagaimana perana ‘merasa akan mati' memotivasikan diri untuk membuat keputusan tepat dalam kehidupan. Jobs berkata
"Remembering that I'll be dead soon is the most important tool I've ever encountered to help me make the big choices in life. Because almost everything - all external expectations, all pride, all fear of embarrassment or failure - these things just fall away in the face of death, leaving only what is truly important. Remembering that you are going to die is the best way I know to avoid the trap of thinking you have something to lose"
Dalam Islam, kematian memang sudah lama dijadikan prinsip oleh Rasulullah saw untuk diterapkan kepada umatnya agar berusaha berfikri sesuatu yang lebih penting dan meninggalkan yang penting dan kurang penting. Bagi umat Islam, apa yang paling penting adalah apa yang akan kita bawa selepas mati. Justeru, fikirkan dan berubahlah. Janganlah menganggap kegagalan itu sesuatu yang terlalu besar, jadikan ia kunci untuk kejayaan seterusnya.
Benar, apa sahaja kegagalan boleh diatasi kesan buruknya, sehingga dilihat kerdil dan kecil serta boleh diatasi JIKA KITA MENYEDARI, kematian itu pasti dan sesuatu perlu dilakuakn segera untuk mempersiapkan diri kepadanya.
Dengarkan ucapan Steve Job, pengasas computer Apple, Animasi PIXAR, salah seorang billionaire di planet bumi (anggaran asetnya bernilai USD5.1 billion). Pada hemat saya, ucapan beliau ini amat cemerlang. Sayangnya beliau belum mendapat hidayah kepada Islam.
Akhirnya, kegagalan jangan dicari, tetapi apabila ia datang, Ia tanda bahawa satu perubahan drastik diperlukan dalam rutin harian, mengubah zon selesa yang lapuk kepada sebuah zon baru yang tidak lagi gagal.
Jadikan kegagalan sebagai ubat penawar yang maha pahit tetapi menyembuh luka yang dalam, terlihat dan tidak terlihat.
http://www.zaharuddin.net/content/view/909/72/ *